ONEINNEWS.COM - Politis PDI Perjuangan sekaligus aktivis 98 yang juga Sekjen PENA 98, Adian Napitupulu menuliskan pernyataan terbuka yang d...
Hal itu dikatakan Adian sebagai jawaban atas cuitan Fahri di akun twitternya berupa foto Adian Napitupulu dan Budiman Sudjatmiko pada Sabtu, 7 Mei 2022.
Jawaban Adian diunggah melalui twitter NalaR ®️ di akunnya @Paltiwest pada Jumat 13 Mei 2022.
"Saya melihat pesan itu seperti mempertanyakan komitmen perjuangan, komitmen kerakyatan pada saya dan Budiman setelah 24 tahun Reformasi. Jika demikian, izinkan saya menjawab itu dengan sedikit berbagi cerita pada Fahri," kata Adian.
Dalam pernyataan tersebut Andian mengungkap banyak hal yang dianggapnya tak dilakukan Fahri Hamzah saat duduk di DPR RI.
"Teramat banyak cerita yang bisa saya sampaikan. Maaf jika itu semua harus saya uraikan, bukan bermaksud memegahkan dan menyombongkan diri tapi pesan kritik yang seolah mempertanyakan komitmen itu perlu saya jawab. Melalui jawaban ini saya mencoba mengingatkan Fahri," katanya Adian lagi.
Adian membuka sikap Fahri Hamzah dengan keputusan DPR yang tak melanjutkan penyidikan kasus Trisakti dan Semanggi yang menewaskan 4 mahasiswa dan banyak yang terluka.
Keputusan yang diambil pada 13 Maret 2007 dianggap sangat menyakitkan bagi aktivis 98, di mana Fahri Hamzah mengakui dirinya juga sebagai aktivis 98.
"Saat itu bukankah *Fahri yang mengaku aktivis 98 itu juga sudah menjadi anggota DPR dan berada di komisi III, komisi terkait Hukum dan HAM," ujar Adian.
"Saya kecewa tapi juga tak menghakimi Fahri walau sebagai pimpinan komisi III tentunya Fahri bisa berusaha melawan penghentian penyidikan itu bukan?" tanya Adian.
Selain itu Adian juga mengungkap Fahri Hamzah ikut berperan dalam mengubah UU MD 3 mengenai MPR, DPR, DPRD dan DPD.
Menurut Adian, ubahan UU MD3 dilakukan agar partai pendukung Capres yang kalah bisa menguasai seluruh Pimpinan DPR saat itu.
"Upaya itu berhasil dan membuat Fahri menjadi salah satu Pimpinan DPR," tambah Adian.
Adian menganggap cara yang dilakukan Fahri Hamzah merupakan cara yang tak sportif dalam berdemokrasi.
"Bagaimana mungkin Fahri yang mengaku aktivis 98 bisa menggunakan cara cara yang bagi saya tidak mencerminkan cara berdemokrasi yang sehat, dewasa dan sportif," lanjut Adian.
"Dimana Fahri ketika saya dan Masyarakat Konawe Utara memperjuangkan 400 HA lahan Antam agar bisa di kelola oleh Perusahaan Daerah kabupaten Konawe Utara?" tanyanya.
"Dimana Fahri ketika saya memperjuangkan 170 an orang masyarakat Seram Bagian Barat yang telah lulus CPNS 10 tahun lalu tapi tidak pernah diangkat sebagai ASN?" ujar Adian.
Fahri juga disebut-sebut tidak ada bersama ribuan aktivis dan mahasiswa untuk memastikan tidak ada kekerasan dalam pemeriksaan terhadap mereka yang di tahan di Polda Oktober 2020 karena menolak UU Cipta kerja.
"Kemana Fahri ketika saya dan beberapa Alumni Trisakti diantaranya *Maman Abdurachman, Hendro dan Iwan* berjuang meyakinkan banyak orang untuk membantu Rumah dan Modal kerja pada 4 keluarga korban Trisakti?" tanya Adian lagi.
Ia mngungkap bahwa yang menyiapkan 4 rumah untuk keluarga Korban penembakan Trisakti bukan Fahri yang konon aktivis 98 tapi Erick Thohir.
"Erick Thohir yang mungkin tidak ada di jalan tahun 98," ketus Adian.
Ia juga mengungkap yang membantu modal kerja senilai Rp 750 juta per keluarga juga bukan Fahri tapi Agus Gumiwang.
Lebih menyedihkan lagi saat Adian menanyakan ke mana Fahri saat pekerja taman dan kebersihan serta pengamanan di DPR RI tidak dibayar gajinya hingga sehari jelang Idul Fitri.
Adian menyebut saat itu Fahri Hamzah adalah salah satu pimpinan DPR.
"Dimana Fahri saat ratusan pekerja taman dan kebersihan DPR gajinya tidak dibayar hingga sehari sebelum Idul Fitri.
Adian mengaku harus berkeliling seharian meminjam uang sana sini dan mengagunkan BPKB agar gaji ratusan pekerja itu bisa dibayar DPR sehari jelang Hari Raya Idul Fitri.
Fahri dikatakan Adian juga tak ikut memperjuangkan di Kesekjenan DPR agar Pamdal atau Pengamanan DPR tidak dipotong Rp 500.000 per bulan untuk biaya sertifikasi Pengamanan.
"Apakah Fahri sebagai pimpinan DPR tidak tahu kalau upah Pamdal dipotong Rp 500.000 itu sama saja mengubur mimpi sekolah anak anak Pamdal itu? Bukankah sebagai pimpinan DPR Fahri bisa mencegah pemotongan itu?" tanyanya.
Adian juga mempertanyakan di mana Fahri ketika tahun ketika salah satu aktivis 98 yang tahun 2013 divonis 4 tahun penjara karena memperjuangkan petani sawit di sulteng?
"Saya harus ke Lembaga Pemasyarakatan Sulawesi Tengah lalu kembali ke Jakarta untuk meyakinkan Presiden Jokowi agar membebaskan Eva Susanti Bande salah satu aktivis 98 yang tahun 2013 divonis 4 tahun penjara karena memperjuangkan petani sawit di sulteng?" kenangnya.
"Dimana Fahri ketika saya dan aktivis 98 lainnya bolak balik berkali kali *meyakinkan Presiden Jokowi agar menggunakan kewenangannya untuk membebaskan Puluhan tahanan politik Papua?*" lanjutnya.
Di akhir jawabannya tersebut Adian mengatakan bahwa dirinya hanya ingin mengingatkan Fahri bahwa ada waktu di mana bicara tapi ada juga banyak waktu di mana bekerja tanpa suara.
"Karena seringkali satu perbuatan lebih berarti dari sejuta ucapan," tutupnya.
S: pikiranrakyat